Dari dominannya pejabat/pemimpin "jancuk"; tokoh agama bahlol di negeri ini, masih ada manusia-manusia nyata seperti ibu Risma ini.
Menurut psikolog Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia; Tri Rismaharini atau ibu Risma, walikota surabaya adalah sebuah fenomena luar biasa. Sebetulnya tidak ada yang luar biasa dari tampak luarnya. Tubuhnya tidak tinggi semampai seperti Sophia Latjuba tidak juga secantik Ibu Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Tubuh Risma kekar berbalut jilbab dan jarinya tidak lentik bak penari, melainkan bulat-kuat seperti jari-jemari ibu-ibu petani yang biasa memegang pacul.
Dia juga tidak pandai bersilat lidah bahkan tidak pandai bicara (apalagi bicara diplomatis) seperti anggota DPR. Dia bukan politisi, atau pengacara.
Dia hanya seorang arsitek dan mantan Kepala Dinas Pertanaman dan Kebersihan di Kota Surabaya (tipikal PNS dan birokrat yang kebetulan mengurus taman dan sampah Surabaya).
Ibu Risma menarik perhatian publik setelah dipandang berhasil mengubah Kota Surabaya yang semula dikenal kotor dan panas menjadi asri dan bersih. Di bawah kepemimpinannya, Surabaya meraih sejumlah penghargaan internasional, seperti "The 2013 Asian Townscape Sector Award" dari PBB untuk Taman Bungkul Surabaya. Risma juga menjadi sorotan internasional. Namanya masuk sebagai kandidat wali kota terbaik dunia pada 2012 bersama Joko Widodo yang saat itu menjadi Wali Kota Surakarta.
Dari ceritanya kepada Mata Najwa, diambil kesimpulan bahwa Risma sangat religius. Religiositasnya sangat berbeda dari religiositas Wali Kota Bengkulu Helmi Harun, yang menjanjikan umrah dan haji gratis serta hadiah mobil Kijang Innova dan Honda CRV buat masyarakat yang paling rajin salat subuh berjamaah di masjid. Dan spontan keesokan harinya masjid dipenuhi oleh calon-calon peserta umrah/haji bermental matre.
Relijiusitas Risma nampak dari intuisinya yang kuat, yang menurut Risma sendiri merupakan petunjuk Tuhannya. Tuhan setiap hari memberitahu kemana dia harus pergi hari itu, ke barat atau ke utara, maka dia pun pergi ke arah itu, dan selalu dia menemukan warganya yang sedang bermasalah.
Seperti anak telantar di pinggir jalan yang membutuhkan bantuan Dinas Sosial, pelacur berumur 60 tahun yang masih praktek dengan langganan anakanak SD (karena ia mau menerima bayaran Rp1.000-2.000), atau banjir yang ketika ditelusuri penyebabnya adalah pagar orang yang membuat air mampat (maka spontan dia suruh bongkar pagar itu.
Risma (yang hanya ibu rumah tangga dan senang keluar makan malam dengan suami dan anak-anaknya) jelas jauh religius daripada ustadz-ustadzah kondang yang memasang tarif jutaan rupiah sekali taushiah, yang menolak hadir jika tarifnya tidak disepakati, dan punya rumah mewah dan motor gede dan sering masuk infotainment.
Pakaian yang dikenakan, sederhana dan biasa saja. Make up juga biasa saja. Bahkan anak-anak jalanan bisa bicara langsung dengan dia. Pelacur apalagi. Pelacur bisa curhat langsung dengan dia dan walikota ini juga mau nongkrong di tempat begituan.
Merek pakaian, perhiasan sangat biasa tidak menunjukkan Risma sebagai seorang pejabat tinggi yang memimpin satu kota besar.
Risma terlalu biasa, tidak pernah tampak belanja di mall meskipun dia wanita. Apalagi belanja di luar negeri. Risma juga ketinggalan jaman, karena gak kenal Hermes, Versace dan merek top lainnya.
Risma bikin kacau jam kerja, tengah malam pun masih ngurus rakyat padahal besok-besok kan juga bisa. Risma lebih sibuk ngurus rakyatnya daripada keluarganya.
Risma terlalu gila kebersihan, maklum mantan Dinas Kebersihan ini tidak boleh lihat sampah, langsung turun tangan, bahkan dimobilnya selalu ada sapu.
Selayaknya kita sepakati bahwa model seperti beliaulah yg namanya relijiusitas itu. Amal baik terwujud dalam realitas yg nyata. Bukan sekedar teori moralitas & relijiusitas kaum agama yg ngomong ayat-ayat dengan bacot berbusa-busa. Bukan pula umumnya pqra pejabat yg sekedar fasih bicara retorika manis janji manis palsu belaka blablabla.
Layak kita banggakan, dukung, tiru & apresiasi, kaum agama yg bahlol seharusnya berkaca, malu, dan para pejabat-pejabat "jancuk" itu seharusnya lebih berkaca & lebih malu. Jancuk!!!
Menurut psikolog Sarlito Wirawan Sarwono, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia; Tri Rismaharini atau ibu Risma, walikota surabaya adalah sebuah fenomena luar biasa. Sebetulnya tidak ada yang luar biasa dari tampak luarnya. Tubuhnya tidak tinggi semampai seperti Sophia Latjuba tidak juga secantik Ibu Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany.
Tubuh Risma kekar berbalut jilbab dan jarinya tidak lentik bak penari, melainkan bulat-kuat seperti jari-jemari ibu-ibu petani yang biasa memegang pacul.
Dia juga tidak pandai bersilat lidah bahkan tidak pandai bicara (apalagi bicara diplomatis) seperti anggota DPR. Dia bukan politisi, atau pengacara.
Dia hanya seorang arsitek dan mantan Kepala Dinas Pertanaman dan Kebersihan di Kota Surabaya (tipikal PNS dan birokrat yang kebetulan mengurus taman dan sampah Surabaya).
Ibu Risma menarik perhatian publik setelah dipandang berhasil mengubah Kota Surabaya yang semula dikenal kotor dan panas menjadi asri dan bersih. Di bawah kepemimpinannya, Surabaya meraih sejumlah penghargaan internasional, seperti "The 2013 Asian Townscape Sector Award" dari PBB untuk Taman Bungkul Surabaya. Risma juga menjadi sorotan internasional. Namanya masuk sebagai kandidat wali kota terbaik dunia pada 2012 bersama Joko Widodo yang saat itu menjadi Wali Kota Surakarta.
Dari ceritanya kepada Mata Najwa, diambil kesimpulan bahwa Risma sangat religius. Religiositasnya sangat berbeda dari religiositas Wali Kota Bengkulu Helmi Harun, yang menjanjikan umrah dan haji gratis serta hadiah mobil Kijang Innova dan Honda CRV buat masyarakat yang paling rajin salat subuh berjamaah di masjid. Dan spontan keesokan harinya masjid dipenuhi oleh calon-calon peserta umrah/haji bermental matre.
Relijiusitas Risma nampak dari intuisinya yang kuat, yang menurut Risma sendiri merupakan petunjuk Tuhannya. Tuhan setiap hari memberitahu kemana dia harus pergi hari itu, ke barat atau ke utara, maka dia pun pergi ke arah itu, dan selalu dia menemukan warganya yang sedang bermasalah.
Seperti anak telantar di pinggir jalan yang membutuhkan bantuan Dinas Sosial, pelacur berumur 60 tahun yang masih praktek dengan langganan anakanak SD (karena ia mau menerima bayaran Rp1.000-2.000), atau banjir yang ketika ditelusuri penyebabnya adalah pagar orang yang membuat air mampat (maka spontan dia suruh bongkar pagar itu.
Risma (yang hanya ibu rumah tangga dan senang keluar makan malam dengan suami dan anak-anaknya) jelas jauh religius daripada ustadz-ustadzah kondang yang memasang tarif jutaan rupiah sekali taushiah, yang menolak hadir jika tarifnya tidak disepakati, dan punya rumah mewah dan motor gede dan sering masuk infotainment.
Pakaian yang dikenakan, sederhana dan biasa saja. Make up juga biasa saja. Bahkan anak-anak jalanan bisa bicara langsung dengan dia. Pelacur apalagi. Pelacur bisa curhat langsung dengan dia dan walikota ini juga mau nongkrong di tempat begituan.
Merek pakaian, perhiasan sangat biasa tidak menunjukkan Risma sebagai seorang pejabat tinggi yang memimpin satu kota besar.
Risma terlalu biasa, tidak pernah tampak belanja di mall meskipun dia wanita. Apalagi belanja di luar negeri. Risma juga ketinggalan jaman, karena gak kenal Hermes, Versace dan merek top lainnya.
Risma bikin kacau jam kerja, tengah malam pun masih ngurus rakyat padahal besok-besok kan juga bisa. Risma lebih sibuk ngurus rakyatnya daripada keluarganya.
Risma terlalu gila kebersihan, maklum mantan Dinas Kebersihan ini tidak boleh lihat sampah, langsung turun tangan, bahkan dimobilnya selalu ada sapu.
Selayaknya kita sepakati bahwa model seperti beliaulah yg namanya relijiusitas itu. Amal baik terwujud dalam realitas yg nyata. Bukan sekedar teori moralitas & relijiusitas kaum agama yg ngomong ayat-ayat dengan bacot berbusa-busa. Bukan pula umumnya pqra pejabat yg sekedar fasih bicara retorika manis janji manis palsu belaka blablabla.
Layak kita banggakan, dukung, tiru & apresiasi, kaum agama yg bahlol seharusnya berkaca, malu, dan para pejabat-pejabat "jancuk" itu seharusnya lebih berkaca & lebih malu. Jancuk!!!