Sore itu ketika matahari mulai terbenam, aku bersama sahabatku Prasetyo asyik ngobrol di teras gardu RT. Kesederhanaan hidupnya tercermin dalam rutinitas sebagai seorang Lelaki/Suami dan Ayah yg nampak selalu tegar dan murah senyum dalam lingkungan keluarga kecilnya. Dalam obrolan kami ini ada hal yang membuatku tergelitik untuk mengetahui lebih dalam ttg prinsip hidup sahabatku ini. Ketika aku melontarkan pertanyaan apa yg bisa membuat Dia ini begitu tegar, murah senyum dan nampak bersemangat yg menyiratkan kebahagiaan dan kenyamanan dlm hidupnya.
Mas Prasetyo, apa sebenarnya yang membuat mas bgt semangat dan terkesan santai ( tdk ngoyo ) menjalani hidup ini, "aku berseloroh". Met, Urip kuwi nggur "sawang sinawang" sergahnya. Donyo brono dudu ukuran seng biso ndadekno menungso urip bungah utowo seneng, bgt mas Prasetyo menambahkan. Urip kuwi biso digawe gampang ugo biso digawe susah. Intine "Gampange wong Urip kuwi, Uripe wong Gampang. Angele wong Urip kuwi Uripe wong Angel". Intine Susah lan seneng kuwi ono njerone awake dhewe, dudu onok njabane awak. Dadine nek jarene piwulang Agomo, Surgo lan Neroko iku yo neng njerone awake dhewe seng wes diraksakno saiki dudu mengko lek wes tumekaning pati.
Sebelum mas Prasetyo melanjutkan pembicaraannya, aku menyela…"Lho, bukannya di dalam Kitab Suci dikatakan bahwa Surga dan Neraka bisa ditemui di alam akherat nanti Mas ???" Mas pras menimpali, Lo iku lak jarene Tulisan nok Kitab Suci, opo sampeyan percoyo karo tulisan ???. Perkataan Mas Pras ini membuatku tertarik untuk melanjutkan diskusi sambil cangkruk di bale panjang sambil ditemani suguhan wedang Kopi Toraja oleh2 soko adikku teko sebrang. Dengan semangat akupun melanjutkan pertanyaan seperti di bawah ini :
Memet : Mengapa orang mesti beragama ?
Prasetyo : Siapa yang mengatakan mesti ?
Memet : Sejak kecil aku dinasehati untuk menjadi orang yang taat beragama, karena hanya dengan demikian orang akan masuk surga. Lebih khusus, lagi, aku juga diajari bahwa hanya yang memeluk Agama yang bener, yang bakal masuk surga.
Prasetyo : He, he…dan engkaupun percaya ?
Memet : Mau tidak mau, karena hanya dengan begitu aku bisa masuk surga. Siapa yang tak ingin masuk surga ?
prasetyo : Lantas, apa yang kau maksud dengan surga ?
Memet : Menurut berita yang kuterima, itu adalah sebuah tempat yang teramat indah, yang didalamnya ada kebun yang indah, sungai mengalir di bawahnya, dan yang paling menarik... ada bidadari-bidadari yang teramat cantik…
Prasetyo : Ooooo…. jadi engkau berjuang menjadi pemeluk agama yang taat agar bisa menikmati semua itu ?
Memet : Ya, kurang lebih begitulah….
Prasetyo : Bagaimana jika semua itu tak ada ? Apakah engkau masih akan taat beragama ?
Memet : aku belum memikirkannya….
Prasetyo : Ternyata… engkau itu pribadi yang tak ikhlash... kau berbuat sesuatu karena ada maunya… ada pamrihnya......
Memet : Bukan begitu… aku hanya mengikuti apa yang diajarkan kepadaku….
Prasetyo : He, he… kini engkau berkilah…… Tapi baiklah… apakah yang mengajarkanmu demikian, pernah melihat surga ? Apakah mereka tahu pasti bahwa surga itu ada ?
Memet : aku tak yakin... yang kutahu... mereka mengatakan surga itu ada karena itulah yang dikatakan Kitab Suci…
Prasetyo : Oh... jadi, diapun belum pernah tahu dan melihat sendiri…..
Memet : Lalu apa salahnya... bukankah yang dikatakan Kitab Suci itu pasti benar ?
Prasetyo : Yang bilang salah siapa ? aku hanya ingin tanya, apakah pemahamanmu, dan pemahaman orang-orang yang mengajarimu tentang yang dikatakan di dalam Kitab Suci itu pasti benar ?
Memet : Kalau boleh jujur, kemungkinannya bisa benar ya bisa salah…
Prasetyo : Lalu, apa yang bisa menjadi tolak ukur bahwa pemahaman itu benar atau salah…
memet : Bukankah... pemahaman terhadap Kitab Suci itu sudah baku ? Bukankah semua ulama memahami bahwa memang surga itu seperti yang dikatakan di dalam kitab suci, dan bahwa itu hanya diperuntukkan bagi orang beragama ?
Prasetyo : Itulah masalahnya…. kamu menganggap sesuatu yang cuma merupakan pemahaman, persepsi, hasil olah pikiran, sebagai sebuah kebenaran yang mutlak dan baku…
Memet : Lalu… bagaimana semestinya… ?
Prasetyo : Mari kita bicara tentang sebuah samudera. Menurutmu, bagaimana caranya agar kita bisa tahu tentang samudera itu ? Apakah kita sudah punya alat untuk mengetahuinya ?
memet : Dengan mataku, aku bisa melihat permukaan samudera yang biru… kadang aku bisa melihat kapal berlayar di permukaan samudera itu…
Prasetyo : Baik… lalu apa yang ada di balik permukaan samudera itu ? Ada apa di kedalamannya ?
Memet : aku bisa menduga-duga dengan pikiranku... mungkin di dalamnya banyak ikan… mungkin juga ada terumbu karang... atau barangkali ada kapal selam….
Prasetyo : Apakah pasti demikian yang ada di dalam samudera ?
Memet : Ya belum tentu…..
Prasetyo : Satu2nya cara untuk mengetahui apa yang sesungguhnya ada di dalam samudera itu kamu harus menyelam... kamu harus masuk ke kedalaman….
Memet : Tentu saja…
prasetyo : Lalu, bagaimana caranya agar kamu bisa tahu hakikat surga ?
Memet : Pertama, aku sekadar mempercayai apa yang dikatakan oleh orang yang menurutku pintar… Kedua, aku gunakan akalku untuk menduga-duga seperti apa surga itu… Tapi, jelas, aku memang tak akan tahu banyak tentang surga jika begitu… Yang paling mungkin membuat aku tahu kebenaran surga... ya aku harus masuk dulu ke situ... aku harus menyaksikannya langsung….
Prasetyo : Lalu apa yang menghalangimu untuk melakukannya ?
memet : Bukankah itu tak perlu ? Bukankah sudah ada kitab suci ? Bukankah sudah ada ulama yang membimbing kita ?
Prasetyo : Kalau kau tak lakukan, kau tak akan pernah tahu kebenaran sesungguhnya…kau hanya akan terus dalam praduga, prasangka…. bahkan sejatinya, kau juga tak akan tahu apakah yang selama ini kau yakini, yang kau terima sebagai ajaran dari sekian banyak orang yang kau anggap pandai itu, benar atau salah….
Memet : Kamu benar….. tapi mungkinkah ?
Prasetyo : Di dalam dirimu… sesungguhnya ada pintu gerbang untuk mengetahui hakikat kebenaran yang selama ini tersembunyi ?
Memet : aku tak pernah mendengar hal itu…
Prasetyo : Ha..ha…ha….
Memet : Mengapa tertawa...
Prasetyo : Kau naif sekali… Kau yakin sekali sebagai pemilik tunggal surga, tapi hal sepele begitupun kau tak tahu…
Memet : Ajari aku…. aku sadar bahwa aku memang naif...
Prasetyo : Untuk bisa menemukan gerbang itu... kau harus melakukan banyak hal : kau harus singkirkan kedengkian, amarah, keserakahan, dan berbagai keburukan lainnya dari dalam hatimu…
Lalu, kau sering-seringlah memasuki alam keheningan... buat pikiranmu diam sejenak... biarkan dirimu berhubungan dengan suara di dalam hatimu… Berikutnya…kau harus berbuat baik kepada semua yang ada di sekitarmu… termasuk kepada pepohonan, bebatuan, langit, penghuni langit, tetangga, leluhur, dan semuanya…
Memet : Berat sekali….
Prasetyo : Ha, ha... begitu saja sudah berat kok yakin jadi pemilik surga….
Memet : Dalam hati aku misuh misuh pada diriku sendiri… Diampuuuuuuttt… aku memang GEMBLUNG...!!
Prasetyo : Ya sudah, berhubung sudah larut kita akhiri jagongan ini, istirahat dulu bukannya besok kau akan menyelam ??? nanti kau akan tahu sendiri keindahan di dalam laut setelah kau menyelaminya sendiri bukan dari cerita2 yg dutuliskan orang lain dlm buku.
Memetl : Ok, terima kasih sudah bersedia menemani dan mengantarkan saya menyelam besok pagi. —
Dari posting teman FB saya...
Maaf
Tata Cara Ibadah
Kamis, 28 Maret 2013
Minggu, 03 Maret 2013
Tuhan Feminim & Maskulin
Tuhan Feminim & Maskulin
Secara garis besar Tuhan bisa dikenal melalui sifat feminim dan
maskulin. Pada pergantian siang dan malam terdapat tanda2 kekuasaan
Tuhan bagi mereka yang berpikir. Yaitu mereka yang mengingat Tuhan dalam
keadaan berdiri, duduk, atau berbaring. Siang mewakili sifat maskulin,
dan malam mewakili sifat feminim.
Kebanyakan spiritualis
mengenal Tuhan melalui pengalaman empiris hasil olah rasa saat melakukan
ritual yang fokus, doa yang sungguh2, atau pengalaman yang berkesan.
Cara mengenal Tuhan melalui pengalaman yang dirasakan merupakan cara
mengenal sifat feminim Tuhan. Cara ini sangat personal karena
membutuhkan kemampuan pemaknaan simbol2 yang dialami. Ini sesuai dengan
era pisces yang membuat aura perasaan / emosional di bumi mencapai
puncak kepekaannya.
Tulisan saya kali ini lebih menitik
beratkan pada cara mengenal Tuhan di era aquarius yang merupakan puncak
kecemerlangan aura logika / science. Ini berarti mengenal Tuhan melalui
sifat maskulin Nya. Pertama-tama kita harus meng-upgrade logika standar
kita ke advanced logic. Caranya adalah dengan membersihkan pengaruh ego
pada logika.
Untuk membersihkan logika dari ego, kita tidak
perlu menghapus ego kita. Kalo ego dihapus, maka manusia tidak punya
keinginan untuk berkembang. Yang benar adalah dengan mengembangkan ke-4
unsur ego hingga tercapai kondisi seimbang. Dalam Rukun Islam, syahadat
mengembangkan thingking intuiting, sholat mengembangkan thingking
logical, puasa mengembangkan thingking emotional, dan zakat
mengembangkan thingking sensing. Setelah itu ke-4 unsur ini dirangkai
untuk memaknai ibadah haji yang diakhiri dengan Makrifatullah (Arofah)
saat ego kita wukuf / diam. Ya benar, ke-4 unsur ego yang berkembang
sempurna akan membuat ego (nafsu) terdiam dalam keadaan seimbang.
Setelah selesai meng-upgrade logika ke bentuk advanced logic, maka kita
akan mampu memahami mekanisme cara kerja Tuhan yang berada di area
Fuzzy Logic yang menganut Uncertain Principle. Advanced logic mampu
memahami formula mekanisme cara kerja Tuhan dalam ketak-berhinggaan Nya.
Jadi Infinity itu mempunyai formula juga. Dalam rumus matematis
Infinity dikenal saat Yang Maha Esa dipahami oleh ketidak-berdayaan
hamba (~ = 1/0).
Manfaat memahami sifat maskulin Tuhan melalui
advanced logic adalah untuk meningkatkan keimanan dengan memahami
mekanisme cara kerja: penciptaan dunia, penghancuran dunia, penciptaan
kembali dunia, alam kubur, hari pembalasan, cara kerja pahala dan dosa,
cara kerja syurga dan neraka, cara kerja mukjizat, cara kerja doa, cara
kerja pembuatan kitab suci, cara kerja penulisan takdir, dan cara kerja
yang lainnya. Sehingga mengenal sifat maskulin Tuhan akan membuat kita
bisa memanipulasi cara kerja tersebut untuk mewujudkan keinginan yang
lebih besar dari ego. Jadi pemahaman ini adalah sebagai modal kita untuk
mewujudkan keinginan Tuhan di muka bumi. Tanpa pemahaman ini kita akan
menjadi hamba yang lemah yang kesulitan untuk harmonis dengan mekanisme
cara kerja alam semesta.
Kesimpulan:
Tuhan dapat dikenal
lewat sifat feminim Nya, dan dapat dipahami lewat sifat maskulin Nya.
Mengenal dan memahami Tuhan akan menyempurnakan keimanan kita.
Sesungguhnya orang beriman itu tidak takut akan pengurangan pahala dan
tidak takut pula akan penambahan dosa serta kesalahan. Sesungguhnya
orang beriman itu tidak khawatir (terhadap masa depan) dan tidak pula
mereka bersedih hati (terhadap masa lalu).
Langganan:
Postingan (Atom)